Sore itu,
kondisi di salah satu Stasiun Besar di Ibukota sama seperti sore-sore pada
umumnya, Comuter Line khusus perempuan menjadi incaran bagi para kaum hawa yang
baru pulang bekerja. Dalam hati bertanya, Allah mentakdirkan perempuan lebih
banyak dari pada laki-laki bukan? Tetapi kenapa PT. KAI hanya membuat satu
gerbong untuk perempuan, bukan malah sebaliknya? Ah aku tahu kenapa, beberapa
pekan yang lalu aku menghadiri kajian Ustadz Khalid, beliau berkata; Perempuan
diciptakan, dengan segala bentuk kesempurnaannya untuk berada di rumah; itu
mengapa perusahaan (pada umumnya) menjual sunblock khusus untuk perempuan, jika
ia keluar tanpa sunblock maka kulit akan memerah; karena kulit perempuan Allah
ciptakan untuk berada di rumah, begitu pun sebaliknya; Allah ciptakan kulit
laki-laki lebih kasar dari perempuan, karena laki-laki merupakan tulang
punggung keluarga, seseorang yang berkewajiban mencari nafkah ke luar sana,
jadi Allah medesain khusus kulit lelaki lebih kasar agar mampu bertahan di
bawah terik matahari yang dapat membakar kulitnya. Dan aku percaya hal
tersebut, bahwa tugas utama perempuan memang dirumah; mendidik anak, memanage
rumah tangga, dan menata peradaban. Maka, jika seorang perempuan harus keluar,
harus dipastikan bahwa itu bukan hanya untuk dirinya; tetapi untuk kemaslahatan
bersama.
Kereta dengan tujuan akhir Bekasi sangat dipadati penumpang, semua
berlomba-lomba untuk masuk ke dalam gerbong agar cepat bertemu dengan keluarga
dirumah. Hm, andai saja setiap orang mempunyai semangat yang sama saat
berlomba-lomba menyerukan kebaikan, mungkin surga akan penuh seperti kereta
tujuan Bekasi setiap harinya, hehehe semoga. (Hampir) semua orang saling sikut,
saling cemberut, saling menggerutu satu dengan yang lainnya. Mengapa harus
seperti itu ya? Saat Rasulullah mengajarkan kita untuk menebar salam; kepada
siapapun; bahkan kepada orang yang tidak kita kenal sekalipun, tetapi kita
malah saling memaki satu dengan yang lainnya. Mungkin kita sedang lelah, atau
iman kita yang sudah tidak lagi terarah? Astagfirullah..
Aku pun melewati
kerumunan orang yang mengantre di peron kereta, bergegas menuju sebuah
supermaket membeli sebotol air untuk menjalankan sunnah-nya, “Manusia akan
tetap baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”*
Didepan ku
terdapat ibu dan seorang anak yang menyelak antre-an di kasir pembayaran, dan
ada pula seorang ibu tua yang berniat membeli pulsa di toko tersebut.
“Berapa nomornya
buk?”
“08xxxxxx, yang 20
ribu ya mas, jadi berapa?”
“Jadi, 22ribu ya
buk..”
“Wah iya? Bukannya
21 ribu 500? Kok disebelah lebih murah?”
“Wah saya kurang
tahu bu, udah harga dari sananya..”
“Ini bener harga
dari sananya atau bagaimana? Oh yaudah saya gajadi beli ya mas.”
Setelah ibu tua
tersebut pergi, seorang ibu yang membawa anaknya pun sedikit berteriak sambil
mengomentari “Buuk, cuma beda gopek kok yaa..” “Gak pernah beli pulsa kali yaa
si ibu nya...”. Aku pun tersenyum singkat, tak ingin terlibat percakapan
tersebut tetapi hati kecil ingin berkata, akhirnya aku pun menyapa sang ibu
sambil berkata:
“Mungkin 500 bagi
si Ibuk (itu), berharga kali ya bu hehe, atau mungkin ibu itu liat di berita
bahwa suka ada toko yang nggak jujur, jadi harga di bandrol beda sama harga
saat dibayar..”
Ibu tersebut tetap
pada pendiriannya, dia pun mengulang kembali komentar yang dilontarkan pada
saat pertama; “Yaa kan cuma gopek, di konter juga segitu saya belinya..”
kemudian ibu itu pergi sambil menggandeng anaknya.
Aku pun tersenyum,
mungkin bagi sebagian orang 500 perak tidak berharga, tetapi bagi sebagian yang
lainnya, itu mungkin bisa menggenapkan untuk kebutuhan hidupnya. Aku pun
berazam, bahwa tidak akan bersikap seperti itu didepan anakku kelak nantinya,
heheheheh.
Bagaimana dengan
kalian? Dengan kasus lain, jika ada kejadian, ketika bayar parkir kemudian
kembali 500 perak, tetapi karyawan tersebut (tanpa usaha) langsung berkata
bahwa tidak ada kembaliannya, kalian akan mengikhlaskan atau menunggu
kembaliannya?
*Hadits nomor 658
& 659, Kitab Puasa, Bulugul Maram