“Disebelah kok lebih murah?” #SelfTalk

by - Agustus 11, 2017



 

            

            Sore itu, kondisi di salah satu Stasiun Besar di Ibukota sama seperti sore-sore pada umumnya, Comuter Line khusus perempuan menjadi incaran bagi para kaum hawa yang baru pulang bekerja. Dalam hati bertanya, Allah mentakdirkan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki bukan? Tetapi kenapa PT. KAI hanya membuat satu gerbong untuk perempuan, bukan malah sebaliknya? Ah aku tahu kenapa, beberapa pekan yang lalu aku menghadiri kajian Ustadz Khalid, beliau berkata; Perempuan diciptakan, dengan segala bentuk kesempurnaannya untuk berada di rumah; itu mengapa perusahaan (pada umumnya) menjual sunblock khusus untuk perempuan, jika ia keluar tanpa sunblock maka kulit akan memerah; karena kulit perempuan Allah ciptakan untuk berada di rumah, begitu pun sebaliknya; Allah ciptakan kulit laki-laki lebih kasar dari perempuan, karena laki-laki merupakan tulang punggung keluarga, seseorang yang berkewajiban mencari nafkah ke luar sana, jadi Allah medesain khusus kulit lelaki lebih kasar agar mampu bertahan di bawah terik matahari yang dapat membakar kulitnya. Dan aku percaya hal tersebut, bahwa tugas utama perempuan memang dirumah; mendidik anak, memanage rumah tangga, dan menata peradaban. Maka, jika seorang perempuan harus keluar, harus dipastikan bahwa itu bukan hanya untuk dirinya; tetapi untuk kemaslahatan bersama.

            Kereta dengan tujuan akhir Bekasi sangat dipadati penumpang, semua berlomba-lomba untuk masuk ke dalam gerbong agar cepat bertemu dengan keluarga dirumah. Hm, andai saja setiap orang mempunyai semangat yang sama saat berlomba-lomba menyerukan kebaikan, mungkin surga akan penuh seperti kereta tujuan Bekasi setiap harinya, hehehe semoga. (Hampir) semua orang saling sikut, saling cemberut, saling menggerutu satu dengan yang lainnya. Mengapa harus seperti itu ya? Saat Rasulullah mengajarkan kita untuk menebar salam; kepada siapapun; bahkan kepada orang yang tidak kita kenal sekalipun, tetapi kita malah saling memaki satu dengan yang lainnya. Mungkin kita sedang lelah, atau iman kita yang sudah tidak lagi terarah? Astagfirullah..

Aku pun melewati kerumunan orang yang mengantre di peron kereta, bergegas menuju sebuah supermaket membeli sebotol air untuk menjalankan sunnah-nya, “Manusia akan tetap baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”*
Didepan ku terdapat ibu dan seorang anak yang menyelak antre-an di kasir pembayaran, dan ada pula seorang ibu tua yang berniat membeli pulsa di toko tersebut.
“Berapa nomornya buk?”
“08xxxxxx, yang 20 ribu ya mas, jadi berapa?”
“Jadi, 22ribu ya buk..”
“Wah iya? Bukannya 21 ribu 500? Kok disebelah lebih murah?”
“Wah saya kurang tahu bu, udah harga dari sananya..”
“Ini bener harga dari sananya atau bagaimana? Oh yaudah saya gajadi beli ya mas.”

Setelah ibu tua tersebut pergi, seorang ibu yang membawa anaknya pun sedikit berteriak sambil mengomentari “Buuk, cuma beda gopek kok yaa..” “Gak pernah beli pulsa kali yaa si ibu nya...”. Aku pun tersenyum singkat, tak ingin terlibat percakapan tersebut tetapi hati kecil ingin berkata, akhirnya aku pun menyapa sang ibu sambil berkata:
“Mungkin 500 bagi si Ibuk (itu), berharga kali ya bu hehe, atau mungkin ibu itu liat di berita bahwa suka ada toko yang nggak jujur, jadi harga di bandrol beda sama harga saat dibayar..”
Ibu tersebut tetap pada pendiriannya, dia pun mengulang kembali komentar yang dilontarkan pada saat pertama; “Yaa kan cuma gopek, di konter juga segitu saya belinya..” kemudian ibu itu pergi sambil menggandeng anaknya.

Aku pun tersenyum, mungkin bagi sebagian orang 500 perak tidak berharga, tetapi bagi sebagian yang lainnya, itu mungkin bisa menggenapkan untuk kebutuhan hidupnya. Aku pun berazam, bahwa tidak akan bersikap seperti itu didepan anakku kelak nantinya, heheheheh.
Bagaimana dengan kalian? Dengan kasus lain, jika ada kejadian, ketika bayar parkir kemudian kembali 500 perak, tetapi karyawan tersebut (tanpa usaha) langsung berkata bahwa tidak ada kembaliannya, kalian akan mengikhlaskan atau menunggu kembaliannya?

*Hadits nomor 658 & 659, Kitab Puasa, Bulugul Maram




 

You May Also Like

0 komentar