Desa Pembatas yang Tak Terbatas

by - Agustus 31, 2016

[a journal to remember]

day 1
29th Agustus 2016

Perjalanan panjang menuju indonesia bagian malaysia pun segera di mulai, kami memulai perjalanan ini di bandara soekarno hatta.

Ternyata untuk mencapai perbatasan indonesia kita harus memakai 3 jenis transportasi yang ada di Indonesia; Laut, Darat pun dengan Udara.

Sesampainya di sungai nyamuk, kami langsung disajikan dengan pemandangan yang tidak biasa.

"Ringgit.. Ringgit.. Yuk kau tukarlah uang kau tu ke Ringgit..."

Saya masih di Indonesia ke? Iya. Ini masih Indonesia, tapi yang terjadi warga disini menggunakan 2 mata uang: Ringgit dan Rupiah. Kami pun diantar menuju daratan terdekat menggunakan perahu kecil untuk menunggu jemputan, kami pun bertanya berapa uang yang harus kami bayar, kak Lisa pun menjawab 50.000 saja ke, aku pun bergegas untuk membayarkannya dengan uang pecahan 100.000, kemudian kak Lisa mengembalikannya dengan uang 70.000, akupun bertanya kenapa ia melebihkan kembaliannya, dan ia pun menjawab.

"Kau ni kan cikgu, tak baik lah kita orang ambil mahal-mahal dari kau.. Dulu aku pun cikgu, tapi aku tak lolos test jadi aku berhenti lah.."

Kami pun dijelaskan terkait pemakaian 2 mata uang disini.

"Jika kau orang pegi beli makan di kedai nasi, kau bayar lah tu dengan uang 15.000 tapi jika kau gunakan ringgit, kau cukup bayar dengan uang 5 ringgit. Nah ni, kau bawalah uang 1 RM ini, tuk oleh2 dari abang..."

Wah. Luar biasa. Betapa orang disini menghargai seorang guru. Betapa orang disini menghargai orang yang data ke desanya untuk membuat perbaikan.

Kami pun pamit karena bang Samsi sudah datang untuk menjemput kami, diperjalanan kami pun banyak menggali informasi dari bang Samsi; disini tak ada lampu merah, disini tak ada kemacetan, disini tak ada pencurian, yang ada hanya ketentraman, yang ada hanya jernihnya langit berlapiskan bintang yang bertamburan. Tenang. Damai. Tanpa Polusi. Tanpa Ilusi.

-to be continue-


You May Also Like

0 komentar